Sakit Maag atau Sakit Usus?
Table of Contents
Infolabmed.com. Keluhan penderita dengan sakit mag (sakit di daerah lambung) sering kali mirip dengan keluhan sakit didaerah usus, karena lambung dan usus merupakan organ di daerah perut yang saling berhubungan. Makanan yang kita konsumsi akan ditampung terlebih dahulu didalam lambung untuk diproses bersama asam lambung, lalu disalurkan ke usus dua belas jari untuk diolah lagi bersama asam empedu dan enzim pencernaan lain. Sebagian sari pati makanan diserap di usus halus dan sisanya disalurkan ke usus besar.
Keluhan penderita didaerah pencernaan memerlukan wawancara oleh dokter secara teliti, akurat, dan bertahap guna menformulasikan gangguan yang terjadi. Untuk membantu diagnosis, hasil wawancara ini perlu dikombinasikan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat.
Ada beberapa gejala atau keluhan yang karakteristik untuk penyakit lambung dan usus yang dikeluhkan oleh penderita. Sakit perut yang dikeluhkan oleh penderita harus dijabarkan dan di interprtasikan dengan baik agar diperoleh data apakah sakit perut itu merupakan nyeri epigastrik (nyeri ulu hati dilambung), kolik bilier (nyeri akibat kelainan di daerah kantong empedu), kolik usus (nyeri akibat gangguan di usus), atau suatu nyeri akibat perangsangan lapisan usus (peritoneum).
Tak jarang pula, suatu keluhan tertentu diungkapkan secara berbeda - beda, terutama dalam hal istilah. Hal tersebut tergantung pada latar belakang pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan budaya penderita. Oleh sebab itu, diperlukan ketelatenan dokter dalam menggali keluhan penderita. Dan, salah satu istilah yang kerap digunakan untuk menyebut keluhan nyeri di ulu hati adalah dispepsia.
Dispepsia adalah istilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyak, dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan, pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala yang harus dicari penyebabnya.
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain gangguan atau penyakit di lumen saluran cerna, seperti tukak lambung dan duodenum, gastritits (radang lambung), tumor, atau infeksi oleh kuman Helibacter pylori yang menyerang lambung. Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (misalnya obat anti nyeri dan obat rematik), aspirini, beberapa jenis antibiotik, digitalis (obat untuk penyakit jantung), dan teofilin )obat penyakit asma) juga disinyalir menjadi penyebab dispepsia.
Disamping karena sakit di daerah lambung, dispepsia juga bisa disebabkan oleh sakit didaerah hati, pankreas, dan kandung empedu yang mengalami peradangan. Beberapa penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid (gondok), dan penyakit jantung koroner, juga bisa menyebablan dispepsia.
Pada sebagian kecil penderita yang diduga menderita dispepsia, setelah ditelusuri dengan pemeriksaan lengkap, ternayta tidak didapat kelainan secara organik. Ternayta, dispepsia disebabkan oleh gangguan fungsi lambung. Nah, dispepsia macam ini dinamakan dispepsia fungsional.
Mengingat ada cukup banyak penyebab dispepsia, maka diperlukan wawancara yang akurat oleh dokter untuk memperoleh gambartan keluhan yang terjadi pada penderita, karakteristik keterkaitan gejala dengan penyakit tertentu, serta sifat keluhan (bersifat lokal atau merupakan manifestasi dari gangguan sistemik). Dalam hal ini, diperlukan persepsi yang sama antara dokter dan penderita dalam menginterpretasikan keluhan tersebut.
Setelah wawancara terpebuhi, selanjutnya diperlukan pemeriksaan fisik utnuk mengidentifikasi kelainan didalam perut, apakah bersifat padat (misalnya ada benjolan tumor), terjadi pembengkakan organ di perut (pembengkakan hati, limpa, atau ginjal), atau terjadi nyeri tekan yang sesuai dengan rangsangan dalam perut (peritonitis).
Usai pemeriksaan fisik, berikutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium penunjang untuk mendidentifikasi adanya faktor infeksi (meningkatnya jumlah sel darah putihi), pankreatitis (meningkatnya kadar amilase dan lipse), dan keganasan saluran cerna (pemeriksaan CEA, CA19-9, atau AFP untuk melihat adanya tumor dihati). Sementara itu , pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat ada tidaknya kelainan padat, seperti batu di kandung empedu, radang di kandung empedu, atau sirosis hati.
Selain itu, tak jarang diperlukan pula pemeriksaan endoskopi untuk meneropong lambung menggunakan alat yang bisa direkam dengan komputer. Prosedur ini terutama dilakukan pada penderita dengan penurunan berat badan, anemia, muntah hebat, muntah darah, berak darah, dan keluhan tidak nyaman di ulu hati yang sudah berlangsung lama.
Apabila dicurigai kelainan terjadi didaerah usus besar, maka dokter akan menganjurkan pemeriksaan kolonskopi atau colon in loop double contras. Dengan pemeriksaan ini, akan dapat diketahui lebih teliti adakah kelainan didalam usus dan apakah benjolan diperut bagian bawah berada di dalam usus atau tidak.
Sumber :
dr. H. Muchlis Achsan U.S,Sp.PD-KPTI dan dr. Dito Anurogo. 2013. 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan. Hal ; 291 - 295. Penerbit D-Medika ; Yogyakarta.
dr. H. Muchlis Achsan U.S,Sp.PD-KPTI dan dr. Dito Anurogo. 2013. 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan. Hal ; 291 - 295. Penerbit D-Medika ; Yogyakarta.
Post a Comment