Praktikum Pewarnaan Spora
Judul praktikum : pewarnaan spora
Tujuan : untuk mengamati letak spora pada sel bakteri, warna serta bentuknya.
Prinsip pemeriksaan : bakteri akan membentuk spora pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dan spora akan menyerap zel warna malacyte green saat pewarnaan, sedangkan sel vegetatifnya akan menyerap zat warna safranin
Dasar Teori Pewarnaan Spora
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan (Dwidjoseputro, 1989).
Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang tergolong dalam genus Bacillus dan Clostridium mampu membentuk spora. Spora yang dihasilkan di luar sel vegetatif (eksospora) atau di dalam sel vegetatif (endospora). Bakteri membentuk spora bila kondisilingkungan tidak optimum lagi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya: medium mengering, kandungan nutrisi menyusut dan sebagainya (Hastuti, 2012).
Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal. Streptomyces misalnya, meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang disangga di ujung hifa, suatu filamen vegetatif. Proses ini serupa dengan proses pembentukan spora pada beberapa cendawan(Irianto, 2006).
Spora pada bakteri adalah endospora, suatu badan yang refraktil terdapat dalam induk sel danmerupakan suatu stadium isrtirahat dari sel tersebut. Endospora memiliki tingkatme tabolisme yang sangat rendah sehingga dapat hidup sampai bertahun-tahun tanpa memerlukan sumber makanan dari luar (Irianto, 2006).
Pembentukan spora dapat dianggap sebagai suatu proses diferensiasi dari suatu siklus hidup dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini berbeda dari peristiwa pembelahan sel karena tidak terjadi replikasi kromosom (Pelczar, 1986).
Diameter spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel vegetatifnya. Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora sangat resisten terhadap kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti desinfektan. Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan keras (Hadioetomo, 1985).
Dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Pewarnaan tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri (Volk & Wheeler, 1988).
Beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi (Dwidjoseputro, 1989).
Jika medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora (Dwidjoseputro, 1989).
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun - tahun bahkan berabad - abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler, 1988).
Alat dan bahan Pewarnaan Spora
Alat :
- objek glass
- Lampu spirtus
- Ose bulat
- Mikroskop
Cara kerja Pewarnaan Spora
a. Metode Schaeffer-Fulton
- Bersihkan objek glass dengan alkohol agar bebas lemak
- Buat sediaan dari biakan yang ada secara aseptik
- Keringkan diudara
- Lakukan fiksasi diatas api bunsen
- Letakkan preparat atau sediaan pada rak pengecatan lalau tetesi dengan 2-3 tetes cat malacit green 5 % dari biakan 1 menit. Lalu dipanaskan diatas lampu bunsen selama 30 detik atau sampai timbul uap, jaga jangan sampai mendidih atau preparat menjadi kering, lalu dinginkan, cuci dengan air mengalir.
- Teteskan dengan cat safranin selama 1 menit, cuci dengan air mengalir
- Preparat atau sediaan dikeringkan di udara, baca pada mikroskop dengan perbesaran 100 X dari immersion oil
- Gambar hasil pengamatan dan bakteri keteragan : bentuk, susunan, warna sel vegetatif, warna serta letak spora (sentral, subterminal atau terminal ).
b. Metode Bartolomew- Mittwer
- Bersihkan objek glass dengan alkohol agar bebas lemak
- Buat sediaan dari biakan secara aseptik
- Keringkan di udara
- Lakukan fiksasi dengan api bunsen
- Letakkan preparat atau sediaan pada rak pengecetan lalu tetesi dengan 2-3 tetes cat malacit green 5% dan biarkan 10 menit, cuci dengan air mengalir.
- Tetesi dengan cat safranin selama 1 menit, cuci dengan air mengalir.
- Preparat atau sediaan dikeringkan diudara, baca pada mikroskop dengan perbesaran 100 X dan immersion oil. Gambar hasil pengamatan dan beri keterangan : bentuk, susunan, warna sel vegetative, warna serta letak spora ( sentral, subterminal, atau terminal )
PembahasanPraktikum Pewarnaan Spora
- Pada saat praktikum, digunakan 2 metode pewarnaan, yaitu metode schaffer fulton dan bartolomeu – mettwer. Perbedaan dari kedua metode ini terletak pada pemanasannya. Metode schaeffer-fulton digunakan pemanasan sedangkan metode bartolomew-mittwer tidak dengna pemanasan. Tujuan dari pada pemanasan yaitu agar zat warna dapat masuk kedalam spora bakteri dan bakteri dapat terwarnai.
- Tidak adanya spora pada sampel 1 yang menggunakan metode bartolomew-mittwer dapat dikarenakan penanaman bakteri yang terlalu awal sehingga pada saat pengamatan belum ada spora. Dapat juga disebabkan kesalahan saat melakukan pewarnaan.
Kesimpulan Praktikum Pewarnaan Spora
PENTING : Terimakasih sudah berkunjung ke website infolabmed.com. Jika Anda mengutip dan atau mengambil keseluruhan artikel dalam websit ini, mohon untuk selalu mencantumkan sumber pada tulisan / artikel yang telah Anda buat. Kerjasama/media partner : laboratorium.medik@gmail.com.
- Praktikum Pewarnaan Bakteri Tahan Asam
- Praktikum Pewarnaan Gram
- Pemeriksaan Bakteri Metode Tetesan Tegak
- Pemeriksaan Bakteri Cara Preparat Tetes Bergantung (Hanging Drop)
- Cara Isolasi Mikroorganisme
- Cara Membuat Media Pertumbuhan Nutrient Agar Dan Potato Dextrose Agar
- Dasar - Dasar Teknik Mikrobiologi
- Contoh SPO Pemeriksaan BTA Di Puskesmas
- Patogenesis Mycobacterium Tuberculosis Dan Penentu Molekuler Virulensi
- Mengenal Biosafety Cabinet
Post a Comment