|
(Image : https://diaryomedico.com) |
A. SISTEM DAN MEKANISME IMUN
Sistem imun dirancang sedemikian rupa untuk melindungi tubuh dari substan asing. Substan asing bisa dalam bentuk bakteri, virus, parasit, termasuk juga sel darah. Seperti dijelaskan bahwa membran sel darah terdiri atas unsur protein, karbohidrat dan lipid. Komponen ini dapat memicu respon imun jika terjadi ketidakcocokan Ag sel darah pada proses transfusi, maupun kehamilan. Komponen utama sistem imun berada di sumsum tulang, organ hati, kelenjar thymus, kelenjar limfe, limpa dan jaringan limfoid lain yang tersebar dalam jaringan submukosa saluran nafas, saluran cerna.
Sistem imun tubuh bekerja dengan cara mendeteksi adanya substan asing / Ag, prosesing Ag dan menyingkirkan Ag. Terdapat dua jenis sistem imun yang bekerja di dalam tubuh kita, yaitu : imunitas alami dan imunitas didapat.
1. Imunitas alami
Imunitas alami merupakan kemampuan tubuh yang sudah ada semenjak lahir untuk mempertahankan diri dari unsur patogen yang berasal dari lingkungan. Respon imunitas alami adalah sama, yaitu tergantung kepada sifat Ag yang memicu dan tidak ada sistem memori yang terlibat yang dapat mengkhususkan suatu jenis Ag.Terdapat tiga macam reaksi imun pada imunitas alami, yaitu :
-
Reaksi inflamasi : Reaksi inflamasi yaitu pemusatan sel - sel sistem imun pada suatu lokasi infeksi, sehingga mikroorganisme atau unsur asing dapat dihancurkan dan tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya.
-
Fagositosis oleh sel lekosit : Jenis sel darah putih atau lekosit yang berfungsi pada reaksi fagositosis, yaitu monosit, polymorphonuclear cells / PMN ( netrofil, eosinofil, basofil ). Pada reaksi fagositosis, harus terdapat mediator atau perantara supaya Ag dapat melekat pada sel lekosit. Sitokin merupakan mediator respon imun yang mampu berinteraksi dengan reseptor pada permukaan sel. Selain itu, Ag harus dilapisi oleh Ab atau komplemen (C3b), supaya lebih mudah ditangkap sel fagosit.
-
Pengaktifan komplemen : Komplemen merupakan jenis protein yang terdapat di dalam serum dalam bentuk tidak aktif. Aktivasi komplemen dapat terjadi melalui tiga jalur, yaitu : jalur klasik, alternatif dan jalur lectin. Pada jalur klasik, komplemen diaktifkan karena adanya reaksi Ag dan Ab. Jalur alternatif dan lektin dipicu oleh adanya substan yang bukan Ab, melainkan polisakarida dan lipopolisakarida yang berasal dari permukaan mikroorganisme ( bakteri, virus ) dan sel tumor, enzim serta endotoksin.
2. Imunitas didapat
Imunitas didapat merupakan kekebalan tubuh yang didapat dari paparan terhadap Ag sebelumnya. Respon imunitas didapat, menghasilkan sel memori yang berfungsi untuk mengenal jenis Ag yang sama pada paparan Ag berikutnya. Mekanisme imun didapat, bekerja dengan cara interaksi antara Ag presenting cells, limfosit T dan limfosit B serta pembentukan Ab. Imunitas didapat, bereaksi lebih spesifik dibandingkan imunitas alami. Respon imunitas didapat, dimulai dengan aktivitas makrofag atau antigen presenting cells (APC) yang dapat mengenali Ag dan memproses sedemikian rupa sehingga dapat mengaktifkan sel - sel sistem imun lainnya. Sel - sel sistem imun yang teraktifkan adalah :
-
Limfosit T : Limfosit T akan mengenali Ag yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sel T yang teraktifkan tersebut akan bereaksi terhadap Ag yang dipresentasikan dan menghasilkan substan terlarut yang diberi nama limfokin, yang dapat membantu makrofag menghancurkan Ag. Jenis limfosit T yang bereaksi terhadap Ag yang dipresentasikan oleh MHC adalah sel T helper / sel T penolong ataupun sel T - sitotoksik. Sel T - helper akan mengenali Ag melalui MHC ( major histocompatibility complex ) kelas Il yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sel T - sitotoksik berfungsi menghancurkan mikroorganisme secara langsung yang disajikan melalui MHC kelas I.
-
Limfosit B : Peran limfosit B pada respon imun didapat, terjadi ketika Ag pada makrofag, mengaktivasi sel T - helper. Aktivasi sel T - helper akan menstimulasi limfosit B menjadi sel plasma dan mengeksresikan Ab. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk Ab, diperlukan bantuan limfosit T - helper yang teraktivasi karena sinyal tertentu, baik melalui MHC maupun sinyal yang dilepaskan makrofag. Selain oleh sel T - helper, produksi Ab juga diatur oleh sel T - supresor / sel T - penekan, sehingga produksi Ab seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika interaksi tersebut merupakan kontak pertama yang merupakan respon imun primer, maka akan terbentuk klon limfosit atau kelompok sel memori yang dapat mengenali Ag bersangkutan. Apabila Ag yang sama di kemudian hari masuk ke dalam tubuh, maka klon limfosit tersebut akan berproliferasi dan menimbulkan respon imun sekunder spesifik yang berlangsung lebih cepat dan intensif dibandingkan respon imun primer.
B. RESPON IMUN
1. Respon imun primer
Respon imun primer merupakan respon imun yang pertama kali didapat pada suatu individu. Respon imun tersebut akan menghasilkan Ab yang dapat dideteksi pada plasma antara 5 dan 180 hari sesudah paparan dengan Ag. Ab yang terbentuk akan meningkat dan stabil pada satu waktu yang kemudian berangsur - angsur menurun. Jenis Ab yang dihasilkan biasanya adalah IgM.
2. Respon imun sekunder
Pada saat Ag masuk ke dalam tubuh untuk yang kedua kali, maka respon imun yang terjadi lebih cepat. Hal ini disebabkan karena adanya sel B memori, sehingga Ab yang dihasilkan lebih banyak dan reaksi lebih efisien dan efektif. Jenis Ab pada respon imun sekunder, umumnya adalah Ab IgG. Secara umum, jenis Ab yang dihasilkan pada respon imun primer adalah IgM, namun tidak semua respon imun primer menghasilkan Ab jenis IgM. Sebagai contoh, pembentukan anti Rh pertama kali dapat berupa Ab IgG dan IgM, begitu juga pada sistem golongan darah P, anti P yang terbentuk tetap sebagai IgM, walaupun terjadi pada paparan kedua.
C. REAKSI ALLOIMUNISASI TERHADAP ANTIGEN SEL DARAH
Reaksi alloimunisasi merupakan reaksi imun terhadap paparan Ag asing, dalam hal ini adalah Ag sel darah merah asing (berasal dari individu lain) yang masuk berbeda dengan Ag sel darah merah yang dipunya oleh tubuh. Allo Ab merupakan Ab yang terbentuk dari reaksi alloimunisasi. Ab ini terbentuk melalui sistem imun didapat, yaitu melibatkan sel B sehingga menghasilkan Ab yang spesifik. Berikut adalah mekanisme reaksinya.
1.Reaksi T - independen
Pembentukan allo Ab terhadap sel darah merah dimulai dari pengenalan sistem imun tubuh terhadap partikel Ag. Produksi Ab IgM tertentu, seperti anti A, anti B dan anti M merupakan hasil dari reaksi T - independen. Reaksi ini tidak melibatkan sel T, melainkan langsung merangsang limfosit B untuk memproduksi Ab. Ag akan langsung bereaksi dengan reseptor sel B ( slg ), hal ini dikarenakan adanya reaksi silang pada reseptor sel B sehingga dapat mengenali struktur karbohidrat Ag sel darah merah sebagai substan asing. Sel B yang teraktifkan berdiferensiasi menjadi sel yang menghasilkan Ab IgM. Respon imun tidak menghasilkan sel B memori, dan tidak ada perubahan kelas Ab IgM menjadi lgG.
2. Reaksi T - dependen
Reaksi inkompatibilitas / ketidakcocokan berikutnya adalah pada sel lekosit, yaitu reaksi yang disebabkan karena ketidakcocokan jenis HLA ( Human Leucoyte Antigen ). Mekanisme reaksi imun T - dependen untuk reaksi aloimunisasi terjadi melalui presentasi Ag oleh APC kepada sel T melalui sel T reseptor ( TCR ). Presentasi Ag terjadi melalui dua jalur yaitu langsung dan tidak langsung. Pada saat lekosit ditransfusikan ke darah pasien, maka Ag donor yaitu MHC kelas II pada sel makrofag donor / APC secara langsung dikenali oleh sel T helper pasien. Kemudian, sel T mengaktifkan sel B pasien yang juga terikat oleh fragmen Ag MHC kelas I donor, sehingga sel B berproliferasi dan menghasilkan Ab terhadap Ag HLA tersebut. Reaksi ini dikatakan langsung karena APC berasal dari sel donor. Mekanisme ini terjadi hanya pada sel darah yang mempunyai HLA ( komponen darah lekosit dan trombosit ). Pada jalur tidak langsung, sistem imun yang bekerja terhadap Ag donor, yaitu APC, sel T dan sel B semua berasal dari pasien. Untuk mencegah reaksi aloimunisasi karena adanya HLA, maka komponen darah untuk transfusi dipilih yang miskin lekosit melalui proses penyaringan.
3 . Lisis sel darah merah yang diperantarai oleh Ab
Lisis sel darah merah karena reaksi aloimunisasi disebabkan karena aktivasi komplemen dan atau adanya IgG pada permukaan sel darah merah. Jika lisis sel darah merah terjadi karena aktivasi komplemen sehingga membentuk MAC disebut dengan lisis intravaskular, sedangkan jika lisis sel darah merah karena aglutinasi dengan Ab yang mengaktifkan makrofag untuk fagositosis disebut dengan lisis ekstravaskular. Komplemen yang menempel pada sel darah merah ( C3b ) dapat terhenti reaksinya sehingga tidak menghasilkan MAC, melainkan hanya tersensitisasi pada sel darah merah. Sel darah merah yang telah tersensitisasi komplemen, tidak efektif untuk memicu reaksi fagositosis, melainkan enzim dapat memecah sel yang tersensitisasi komplemen menjadi fragmen kecil ( C3dg ) yang terdapat pada permukaan membran sel. Komplemen jenis ini dapat bersirkulasi normal di darah dan tidak akan dikenali oleh sistem imun, karena sel fagosit tidak mempunyai reseptor untuk jenis komplemen ini.
D. REAKSI AUTOIMUN
Autoimun merupakan suatu kelainan sistem imun tubuh yang tidak dapat membedakan sel atau jaringan tubuh sendiri ( self ) dengan sel atau jaringan tubuh asing ( non self ). Akibatnya timbul respon imun, seperti kerusakan jaringan tubuh oleh limfosit T atau makrofag, maupun pembentukan Ab yang ditujukan terhadap sel atau jaringan tubuh sendiri, yang disebut dengan autoantibodi ( auto Ab ). Jika reaksi ini menimbulkan gejala klinis yang menggangu kesehatan tubuh, maka disebut dengan penyakit autoimun. Jenis penyakit autoimun, diantaranya adalah :
-
Sistemic lupus erythematosus ( SLE ), adanya reaksi inflamasi sehingga menghasilkan kerusakan jaringan tubuh. Kondisi ini tidak spesifik pada suatu bagian tubuh tertentu, melainkan tersebar di seluruh tubuh.
-
Purpura trombositopenia autoimun, yaitu reaksi auto Ab terhadap trombosit sendiri, sehingga menyebabkan penurunan jumlah trombosit ( trombositopenia )
-
Autoimune hemolytic anemia ( AIHA ) merupakan reaksi adanya Ab terhadap sel darah merah sendiri, sehingga terjadi lisis sel darah merah dan menyebabkan anemia. Reaksi AIHA dibedakan menjadi 2 tipe , yaitu : AIHA tipe warm yaitu autoantibodi yang dapat menghancurkan sel darah merah sendiri pada suhu ≥ 37°C dan AIHA tipe cold yaitu autoantibodi yang dapat menghancurkan sel darah merah sendiri di bawah suhu normal tubuh yaitu < 37°C.
Sumber : Nurhayati B, Noviar G, Kartabrata E dkk. 201. Penuntun Praktikum Imunohematologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Bandung. Bandung : Analis Kesehatan.
Post a Comment