DKI Jakarta Darurat Udara Bersih. "Di Tiup ala Heru Budi Hartono" bukan Solusi
(source image google) |
INFOLABMED.COM - Salah satu media menyebutkan DKI Jakarta menjadi kota besar berpolusi terburuk di dunia pada tanggal 31 Mei 2023. Hal ini ditandai dengan penampakan langit Jakarta yang cerah tapi berkabut pekat.
Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang di wakili oleh Yogi Ikhwan tak menampik bahwasanya kualitas udara di Jakarta memang harus di perbaiki.
"67% penyebab polusi udara yang paling tinggi adalah kendaraan pribadi sehingga pemerintah menghimbau sebaiknya masyarakat pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik atau memakai kendaraan pribadi yang telah lulus uji emisi" tutur Yogi Ikhwan
Selain itu LBH DKI Jakarta menyebutkan bahwa keberadaan 21 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Banten juga turut mempengaruhi kualitas udara menjadi buruk.
"Ada 21 PLTU di wilayah Banten yang menjadi faktor pencemaran udara di Jakarta sehingga seharusnya pemerintah membuat kebijakan pengendalian lingkungan yang lebih ketat dengan tidak menambah PLTU khususnya di wilayah Jabodetabek" Ungkap Jeany Sirait, Pengacara Publik LBH DKI Jakarta
Isu polusi udara DKI Jakarta ini juga memicu beragam komentar dari pakar salah satunya adalah Nirwono Yoga, pakar Tata Kelola Universitas Trisakti.
Nirwono menyebutkan ada beberapa kebijakan non populis yang bisa diterapkan sebagai solusi jangka pendek. Misalnya saja penerapan jalan berbayar elektronik untuk kendaraan yang melintas di jalur tertentu. Kecuali angkutan umum di jalur macet parah terutama di hari kerja.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis Sistem Aplikasi Uji Emisi Terpadu (SI UMI)
Aplikasi ini mencantumkan informasi tentang jumlah dan nomor kendaraan mana saja yang telah melakukan uji emisi dan memenuhi standar baku mutu emisi serta bengkel dan lembaga penyelenggara uji emisi resmi beserta alamatnya.
Aplikasi SI UMI diharapkan dapat digunakan oleh semua kalangan pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia, bengkel atau lembaga penyelenggara uji emisi resmi serta warga masyarakat yang akan melakukan uji emisi sebagai pendukung kegiatan uji emisi kendaraan bermotor di seluruh Indonesia
Namun baru-baru ini muncul statemen dari Pejabat (PJ) Gubernur DKI Heru Budi Hartono yang melontarkan guyonan saat ditanya awak media soal pencemaran udara Jakarta tidak hanya bersumber dari gas buangan transportasi tapi juga aktivitas industri daerah penyangga.
"(Solusinya) ya saya tiup aja" kata Heru Budi Hartono seraya memeperagakan gerakan sedang meniup udara di kawasan Jakarta Selatan pada hari Senin 12 Juni 2023
Setelah sebelumnya Heru Budi Hartono memberikan statemen tentang solusi atasi polusi udara Jakarta dengan menambah ruang terbuka hijau, menanam pohon serta beralih menggunakan kendaraan listrik.
Padahal kenyataannya luas ruang terbuka hijau (RTH) DKI Jakarta hanya 33,35 Juta Meter Persegi atau 5,18 % dari luas total wilayah Jakarta. Hal ini sangat jauh dari angka minimal RTH yaitu sebanyak 30% dari total wilayahnya.
Jakarta Selatan memiliki RTH terbesar yaitu 24,87 % dari total wilayahnya. Dibandingkan dengan daerah lainnya yang ada di wilayah DKI Jakarta.
Timpangnya pembangunan RTH disebabkan karena pemerintah hanya fokus pada pusat-pusat aktivitas perekonomian, jasa serta pemerintah. Seperti di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan kualitas ruang terbuka publik dan aksesibilitasnya cenderung baik dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini menyebabkan wilayah pinggiran Jakarta tidak memiliki ruang publik yang serupa.
Sehingga solusi menanam pohon untuk meningkatkan luasan RTH maka berapa banyak pohon yang harus ditanam mengingat Jakarta butuh minimal 24,7% RTH.
Atas guyonan PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tentang solusi polusi udara di Jakarta, memicu sejumlah reaksi kesal dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wahli)
Aktivits Wahli Jakarta Muhammad Aminullah menilai Heru tidak memiliki empati, padahal udara yang buruk dapat mengancam kesehatan.
Selain itu juri kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanto mengatakan bahwa pernyataan Heru itu tidak etis.
"Sejatinya ini merupakan hak WNI, menghirup udara bersih, jadi tidak elok apabila dijadikan bahan bercandaan".
Post a Comment