Metode Imunohistokimia (IHC)
INFOLABMED.COM - Imunohistokimia (IHC) adalah teknik yang sangat penting dalam bidang biologi molekuler dan patologi, yang memungkinkan para peneliti dan dokter untuk mengidentifikasi keberadaan dan lokasi spesifik antigen dalam jaringan menggunakan antibodi berlabel.
Metode ini sangat berharga dalam diagnosis berbagai penyakit, termasuk kanker, dan dalam penelitian biomedis untuk memahami patofisiologi berbagai kondisi.
Berbagai metode pewarnaan digunakan dalam imunohistokimia, termasuk metode langsung satu langkah, metode kompleks avidin-biotin (ABC), metode tidak langsung dua langkah, dan amplifikasi sinyal tyramide.
Metode Enzimatik dalam Imunohistokimia
Metode enzimatik dalam imunohistokimia menggunakan beberapa reagen penting seperti Kalsium Klorida, Natrium Hidroksida, larutan Asam Klorida, Xylenes untuk dewaxing, dan Metanol.
Reagen-reagen ini membantu dalam berbagai tahap persiapan jaringan dan pewarnaan, memastikan bahwa hasil yang diperoleh akurat dan dapat diandalkan.
Metode Langsung
Metode langsung adalah metode pewarnaan satu langkah yang paling sederhana dalam imunohistokimia.
Dalam metode ini, antibodi yang telah diberi label, misalnya antiserum yang dikonjugasikan dengan fluorescein isothiocyanate (FITC), bereaksi langsung dengan antigen pada potongan jaringan.
Metode ini hanya menggunakan satu antibodi, sehingga prosedurnya relatif cepat dan mudah.
Namun, karena tidak adanya amplifikasi sinyal, metode ini sering kali kurang sensitif dibandingkan dengan metode tidak langsung dan oleh karena itu jarang digunakan dalam praktik klinis setelah metode tidak langsung diperkenalkan.
Kekurangan dalam amplifikasi sinyal berarti bahwa perubahan kecil atau keberadaan antigen dalam jumlah sedikit mungkin tidak terdeteksi, membuat metode ini kurang optimal dalam banyak aplikasi diagnostik.
Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah salah satu metode yang paling umum digunakan dalam imunohistokimia karena sensitivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan metode langsung.
Metode ini melibatkan penggunaan antibodi primer yang tidak berlabel (lapisan pertama) yang bereaksi dengan antigen pada jaringan.
Setelah itu, antibodi sekunder yang berlabel (lapisan kedua) bereaksi dengan antibodi primer.
Penting untuk dicatat bahwa antibodi sekunder harus sesuai dengan imunoglobulin G (IgG) dari spesies hewan di mana antibodi primer dihasilkan.
Keunggulan utama dari metode ini adalah adanya amplifikasi sinyal. Amplifikasi ini terjadi karena antibodi sekunder dapat bereaksi dengan beberapa situs antigenik pada antibodi primer, meningkatkan intensitas sinyal yang dihasilkan.
Selain itu, metode ini juga lebih ekonomis karena satu jenis antibodi sekunder yang berlabel dapat digunakan dengan banyak jenis antibodi primer yang dihasilkan dari spesies hewan yang sama.
Antibodi sekunder ini dapat diberi label dengan pewarna fluoresen seperti FITC, rhodamine, atau Texas red, dalam metode yang dikenal sebagai imunofluoresensi tidak langsung.
Alternatifnya, antibodi sekunder dapat diberi label dengan enzim seperti peroksidase, fosfatase alkali, atau glukosa oksidase, yang dikenal sebagai metode imunonenzyme tidak langsung.
Metode PAP (Peroksidase Anti-Peroksidase)
Metode PAP adalah pengembangan lebih lanjut dari metode tidak langsung, dan melibatkan penggunaan lapisan ketiga untuk meningkatkan sensitivitas.
Dalam metode ini, lapisan ketiga terdiri dari antibodi kelinci terhadap peroksidase, yang digabungkan dengan peroksidase untuk membentuk kompleks peroksidase anti-peroksidase yang sangat stabil.
Kompleks ini, yang terdiri dari globulin gama kelinci dan peroksidase, bertindak sebagai antigen lapisan ketiga dan terikat pada globulin gama anti-rabbit yang tidak terkonjugasi pada lapisan kedua.
Keuntungan dari metode ini adalah sensitivitasnya yang sangat tinggi, sekitar 100 hingga 1000 kali lebih tinggi dibandingkan metode lainnya.
Hal ini terjadi karena molekul peroksidase tidak dikonjugasikan secara kimiawi dengan anti-IgG, tetapi terikat secara imunologis, sehingga tidak kehilangan aktivitas enzimnya.
Selain itu, metode ini memungkinkan pengenceran yang lebih tinggi dari antibodi primer, yang mengurangi kemungkinan pewarnaan latar belakang yang tidak spesifik dan meningkatkan kejelasan hasil.
Metode Kompleks Avidin-Biotin (ABC)
Metode ABC adalah salah satu teknik yang paling umum digunakan dalam imunohistokimia, terutama karena efisiensinya dan hasil yang dapat diandalkan.
Avidin, sebuah glikoprotein besar, dapat diberi label dengan peroksidase atau fluorescein dan memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap biotin.
Biotin sendiri adalah vitamin dengan berat molekul rendah yang dapat dikonjugasikan dengan berbagai molekul biologis seperti antibodi.
Metode ABC melibatkan tiga lapisan. Lapisan pertama adalah antibodi primer yang tidak berlabel, yang bereaksi dengan antigen spesifik dalam jaringan.
Lapisan kedua adalah antibodi sekunder yang dibiotinilasi, yang mengikat antibodi primer.
Lapisan ketiga adalah kompleks avidin-biotin peroksidase, yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan substrat seperti DAB (diaminobenzidin) untuk menghasilkan produk akhir yang terlihat dengan warna spesifik.
Metode ini sangat efisien dalam mendeteksi antigen dengan sensitivitas tinggi, menjadikannya salah satu pilihan utama dalam diagnosis klinis dan penelitian.
Metode Labeled StreptAvidin Biotin (LSAB)
Metode LSAB adalah inovasi terbaru yang merupakan pengembangan dari metode ABC, dengan streptavidin digunakan sebagai pengganti avidin.
Streptavidin, yang berasal dari streptococcus avidini, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan avidin.
Pertama, streptavidin tidak bermuatan relatif terhadap jaringan hewan, berbeda dengan avidin yang memiliki titik isoelektrik sekitar 10, sehingga mengurangi ikatan elektrostatik dengan jaringan dan menghilangkan pewarnaan latar belakang yang tidak diinginkan.
Selain itu, streptavidin tidak mengandung kelompok karbohidrat, yang dapat mengikat lektin jaringan, sehingga hasil pewarnaan menjadi lebih bersih dan spesifik.
Secara teknis, metode LSAB mirip dengan metode ABC standar. Lapisan pertama tetap menggunakan antibodi primer yang tidak berlabel.
Lapisan kedua menggunakan antibodi sekunder yang dibiotinilasi, dan lapisan ketiga menggunakan konjugat enzim-streptavidin (misalnya HRP-streptavidin atau AP-streptavidin) untuk menggantikan kompleks avidin-biotin peroksidase.
Enzim kemudian divisualisasikan dengan aplikasi larutan kromogen substrat untuk menghasilkan produk akhir yang terlihat dengan warna spesifik.
Jika pelabelan fluoresen diinginkan, lapisan ketiga dapat menggunakan pewarna fluoresen-streptavidin seperti FITC-streptavidin.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa metode LSAB sekitar 5 hingga 10 kali lebih sensitif dibandingkan dengan metode ABC standar, menjadikannya pilihan yang lebih disukai dalam banyak aplikasi diagnostik.
Metode imunohistokimia telah menjadi alat yang sangat penting dalam diagnosis klinis dan penelitian ilmiah.
Berbagai metode yang ada, mulai dari metode langsung hingga metode LSAB yang lebih canggih, menawarkan fleksibilitas dan sensitivitas yang diperlukan untuk mendeteksi antigen spesifik dalam jaringan.
Pilihan metode yang digunakan bergantung pada kebutuhan spesifik analisis, dengan pertimbangan terhadap sensitivitas, spesifisitas, dan efisiensi waktu.
Seiring dengan perkembangan teknologi, metode imunohistokimia terus berkembang, memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan dalam diagnosis penyakit dan penelitian biomedis.***
Post a Comment