Tes PCR: Metode Andalan untuk Deteksi Virus, Termasuk COVID-19
INFOLABMED.COM - Beredar narasi yang menyatakan bahwa metode reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) hanya berfungsi untuk mendeteksi asidosis.
Namun, klaim ini telah diklarifikasi oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, yang menegaskan bahwa tes PCR diakui secara internasional sebagai salah satu metode diagnostik paling andal dalam mendeteksi keberadaan virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Pernyataan ini disampaikan melalui keterangan resminya pada Selasa (22/10/2024).
Baca juga : Metode-Metode Pemeriksaan di Laboratorium Medik: Pemahaman Dasar dan Penerapannya dalam Diagnostik
Syahril menjelaskan, "Tes PCR digunakan untuk mengetahui keberadaan patogen penyebab infeksi penyakit. Ini adalah alat diagnostik yang sangat penting, termasuk untuk COVID-19."
Pernyataan ini menegaskan kembali bahwa tes PCR memiliki peran krusial dalam memeriksa keberadaan virus pada tubuh seseorang, sehingga dapat membantu dalam penanganan pandemi global.
Cara Kerja Tes PCR
Tes PCR merupakan salah satu bentuk Tes Amplifikasi Asam Nukleat (NAAT) yang menggunakan teknologi canggih untuk mendeteksi materi genetik virus (RNA) dalam tubuh.
Metode ini bekerja dengan menggandakan segmen kecil RNA virus menjadi jumlah yang cukup besar agar bisa terdeteksi oleh alat laboratorium.
Sebagai standar emas dalam mendeteksi virus seperti SARS-CoV-2, tes PCR dapat mendeteksi bahkan fragmen kecil dari virus yang sudah terurai.
Baca juga : Kasus Mpox di Indonesia Meningkat, Ini Langkah Kemenkes RI untuk Mengatasinya
Hal ini menjadikan PCR sebagai salah satu metode yang sangat sensitif dan akurat dalam mendeteksi infeksi aktif.
Syahril juga menekankan bahwa PCR digunakan tidak hanya untuk COVID-19, tetapi juga penyakit lain seperti Monkeypox (Mpox).
"Tes PCR bisa mendeteksi patogen penyebab Mpox sejak awal infeksi," tambahnya.
Keakuratan Tes PCR
Tes PCR memiliki tingkat akurasi yang tinggi dibandingkan dengan tes diagnostik lainnya, terutama dalam mendeteksi infeksi aktif.
Dengan menggunakan PCR, laboratorium dapat menemukan jejak RNA virus dalam jumlah yang sangat kecil.
Keakuratan ini sangat penting dalam situasi pandemi seperti COVID-19, di mana deteksi dini dan tepat sangat dibutuhkan.
Selain itu, hasil dari tes PCR biasanya memerlukan waktu beberapa jam untuk diproses, meskipun kini juga tersedia versi yang lebih cepat.
Versi rapid PCR dapat memberikan hasil dalam waktu kurang dari satu jam, meski tidak seakurat versi standar.
Whole Genome Sequencing (WGS): Melacak Varian Virus
Jika hasil tes PCR menunjukkan positif COVID-19, langkah berikutnya yang dapat diambil adalah melakukan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mengetahui varian virus yang menginfeksi.
WGS merupakan metode yang digunakan untuk mengurutkan genom virus SARS-CoV-2 secara keseluruhan, sehingga varian virus seperti Delta atau Omicron dapat diidentifikasi.
"Untuk melihat varian virus, kita menggunakan WGS, setelah PCR menunjukkan hasil positif," jelas Syahril.
Penggunaan WGS sangat penting dalam memantau penyebaran varian virus baru yang mungkin memiliki karakteristik berbeda, seperti peningkatan kemampuan penularan atau resistensi terhadap vaksin.
Peran Tes PCR dalam Penanganan Pandemi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pedoman Penanggulangan COVID-19, tes PCR dan WGS merupakan bagian penting dalam upaya surveilans epidemiologi dan virologi.
Dengan tes PCR, pemerintah dapat memantau penyebaran virus di masyarakat, sementara WGS digunakan untuk mendeteksi dan melacak varian baru yang muncul di Indonesia.
Seiring berkembangnya pandemi, kemampuan untuk mengidentifikasi varian virus secara cepat dan akurat menjadi semakin penting.
Dengan bantuan tes PCR dan WGS, otoritas kesehatan dapat merespons secara efektif terhadap penyebaran varian-varian baru yang mungkin lebih berbahaya atau lebih sulit ditangani.
Klarifikasi Tentang Asidosis
Terkait dengan narasi keliru yang menyebutkan bahwa asidosis dapat dideteksi melalui tes PCR, Syahril menjelaskan bahwa hal ini sama sekali tidak benar.
Asidosis adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan kadar asam dalam tubuh yang berlebihan, biasanya terkait dengan masalah pada ginjal atau paru-paru yang tidak mampu mengatur keseimbangan pH tubuh.
Deteksi asidosis tidak dapat dilakukan melalui PCR, melainkan dengan pemeriksaan tes darah atau tes urine yang secara khusus mengukur kadar pH tubuh.
Dalam hal ini, paru-paru dan ginjal bekerja sama untuk menjaga keseimbangan keasaman tubuh, dan pemeriksaan medis untuk asidosis melibatkan pengukuran langsung terhadap sistem tubuh tersebut.
"Tes PCR tidak digunakan untuk mendeteksi asidosis, karena ini adalah tes untuk mendeteksi keberadaan virus atau patogen lain, bukan untuk gangguan keseimbangan asam-basa tubuh," tegas Syahril.
Klarifikasi ini menutup kemungkinan kesalahpahaman publik mengenai penggunaan PCR dalam diagnosis yang salah.
Tes PCR telah menjadi metode yang sangat penting dan diakui secara internasional dalam mendeteksi COVID-19 dan berbagai penyakit infeksi lainnya.
Dengan tingkat akurasi yang tinggi, PCR tetap menjadi alat diagnostik andalan yang digunakan oleh berbagai otoritas kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Selain itu, peran Whole Genome Sequencing (WGS) juga krusial dalam memantau varian virus yang terus bermutasi selama pandemi.
Melalui kombinasi tes PCR dan WGS, otoritas kesehatan dapat merespons lebih cepat terhadap ancaman varian baru, memastikan penanganan pandemi berjalan lebih efektif.***
Post a Comment